Dialog Pendekar

04 Agustus 1979

Dialog Pendekar

PREDIKAT tradisional ternyata bukan jaminan. Pencak silat sebagai olahraga dan seni beladiri khas Indonesia belum diakui secara bulat. Mengapa? “Sampai sekarang belum ada pencak silat nasional,” kata Syahrunisa, suhu perguruan Karate-do Tangan Kosong (Tako). Musyawarah nasional Tako di Medan baru-baru ini mengemukakan gagasan untuk menciptakan olahraga dan seni beladiri berkepribadian Indonesia. Bentuknya? “Boleh jadi perwujudan pencak silat dan karate,” kata Ketua Tako, Dr Suhardiman SE. Tako, anggota Federasi Olahraga Karate-do Indonesia (FORKI), memang telah membaurkan pencak silat dan karate dalam perguruan mereka. Perbandingannya 25-75. “Itu bukan hal baru,” kata Ketua Dewan Guru Institut Karate-do Indonesia (Inkai), drs. Sabeth Muchsin. “Di Inkai sudah terjadi seperti itu.” Ia mengambil contoh pada diri Advent Bangun (Dan III) yang mengawali karir dari perguruan silat Beringin Sakti. Bahkan jauh sebelum Tako melontarkan ide, menurut Sabeth, tahun 1970 telah ada pernyataan bersama IPSI, PERKEMI, dan PORKI untuk saling tukar-menukar informasi mengenai teknis maupun organisastoris dari ketiga cabang olahraga beladiri tersebut. Ia berpendapat, hendaknya setiap cabang mempertahankan kekhasan sendiri. Misalnya, dari pencak silat yang harus dipertahankan adalah ‘kembangan’nya, dan pada karate adalah ‘teknik analisa bagian tubuh’. “Saya sendiri tertarik sekali dengan ‘kembangan’ dari pencak silat, lanjut Sabeth. “Di kemudian hari, saya bermaksud untuk memasukkannya ke dalam karate.” Tapi Sabeth menolak bentuk perpaduan unsur semacam itu sebagai khas Indonesia sebagaimana dilansir Tako. “Indonesia-nya sampai di mana?” tanya Sabeth. “Saya malah kuatir hal itu akan membentuk aliran baru yang menjauhkan diri dari standarisasi.” Ia mengusulkan supaya diadakan saling tukar-menukar informasi saja, sebagaimana tertuang dalam kesepakatan tahun 1970. “Yang terang, pencak silat sudah lebih maju daripada karate. Mereka telah mengadakan pertandingan antar daerah tanpa mempersoalkan aliran,” tambahnya. Bagi Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), keinginan Tako itu tampak tidak terlalu mengejutkan. Karena di tahun 1973, Kung Fu, silat Tionghoa sudah masuk mereka. “Sebenarnya proses penyatuan semacam itu sudah banyak,” kata Sekjen IPSI, Harsoyo. “Bahkan pernah ada perguruan Jusika Perisai Putih.” Jusika adalah bentuk gabungan dari jujitsu, pencak silat, dan karate. Tak jelas bagaimana kelanjutannya sekarang. Aba-Aba Harsoyo tidak mengatakan beladiri gabungan itu sebagai khas Indonesia. Mengapa? “Biasanya yang terjadi standarisasinya (teknik) dari luar negeri, sedang pengisian (tenaga dalam) dari pencak silat,” ujar Harsoyo. Kini, untuk bentuk gabungan, IPSI sudah mempunyai persyaratan tertentu. Antara lain, demikian Harsoyo, nama dan aba-aba bentuk baru harus berkepribadian Indonesia, tidak berafiliasi dengan induk di luar negeri, dan ada proses naturalisasi secara politis (misalnya, Pancasila, UUD ’45). Soal nama, aba-aba, dan persyaratan lainnya bagi Tako mungkin tak ada persoalan. Suhardiman sendiri telah mengemukakan bahwa gerakan dari olahraga beladiri yang dicita-citakannya akan tetap mempergunakan istilah Indonesia. Perguruan pencak silat yang menyambut ide Tako sudah ada. Buyung Ramli, pimpinan pencak silat Kramat Kwitang (Jakarta) mengatakan bahwa dari usaha Tako itu diharapkan suatu saat nanti olahraga beladiri gabungan itu bisa diekspor ke luar negeri. Juga Jadi Widjaja dari perkumpulan Cakar Elang berpendapat demikian. “Kalau sudah benar-benar universil, tentu negara-negara lain pun akan tertarik,” katanya. Mengapa Tako begitu antusias? Syahrunisa melihat perkembangan baru dalam berbagai olahraga beladiri belakangan ini. Ia mengambil contoh pada Judo yang sekarang ini lebih merupakan bentuk olahraga saja, kurang unsur beladirinya. Ia memperkirakan karate di masa depan akan demikian pula halnya. “Karena itu Tako harus mempertahankan dan mengembangkan ilmu beladiri serta olahraga sekaligus, dan bernafaskan nasional,” katanya. Tako memperkirakan bentuk baru itu akan digemari masyarakat dalam 5 tahun mendatang.

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1979/08/04/OR/mbm.19790804.OR55027.id.html

Satu pemikiran pada “Dialog Pendekar

Tinggalkan komentar